Saat sebelum pindah ke Madinah, Nabi Muhammad sudah berdakwah menebarkan Islam di Mekah. Awal mulanya, Nabi berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi. Syiar Islam lalu dikerjakan dengan terang-terangan.
Sesudah Khadijah, pamah Nabi, Abu Thalib, juga wafat dunia. Semasa hidup, Abu Thalib lah sebagai pembela Nabi dari kebengisan kafir Quraisy. Dengan meninggal dunianya Abu Thalib, golongan kafir Quraisy makin semena-mena. Meninggal dunianya Siti Khadijah serta Abu Thalib bikin Nabi ada dalam situasi duka.
Pada masa-masa yang dikatakan sebagai th. duka cita itu, terjadi momen luar umum, yakni Isra’ Mi’raj pada 27 Rajab, seputar rahun 621 Masehi. Pada momen itu, turunlah perintah salat lima saat.
Sesudah momen itu, Nabi kembali meneruskan dakwahnya di Mekah. Pengalaman luar umum itu dikisahkan pada pengikutnya. Tetapi, berita itu bikin golongan kafir Quraisy makin menghimpit. Mereka menuduh Nabi berbohong.
Pada 621 M itu juga, datanglah beberapa orang dari Madinah, menjumpai Nabi di Bukit Aqaba. Mereka memeluk agama Islam. Momen itu di kenal dengan Bai’at Aqaba I.
Th. selanjutnya, atau 622 M, datanglah 73 orang dari Madinah ke Mekah. Mereka adalah Suku Aus serta Khazraj yang awal mulanya mau berhaji. Mereka lalu menjumpai Nabi serta mengajak berhijrah ke Madinah. Mereka menyebutkan siap membela serta membuat perlindungan Nabi serta beberapa pengikutnya dari Mekah. Momen ini di kenal dengan Bai’at Aqabah II.
Keadaan golongan muslim di Mekah juga makin tertekan sesudah golongan kafir Quraisy lakukan boikot pada Nabi Muhammad serta beberapa pengikutnya yang datang dari Bani Hasyim serta Bani Muthalib. Golongan Quraisy melarang tiap-tiap perdagangan serta usaha dengan pengikut Nabi.
Dalam usaha menyelamatkan dakwah Islam dari masalah kafir Quraisy, Nabi Muhammad, atas perintah Allah, mengambil keputusan pindah dari Mekah ke Madinah. Tetapi pada awal mulanya, Nabi sudah memerintahkan golongan mukminin supaya pindah terlebih dulu ke Madinah. Beberapa teman dekat juga selekasnya pergi dengan cara diam-diam supaya tak dihadang oleh grup kafir Quraisy.
Nabi Selamat dari Kepungan Quraisy
Menjelang Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, kaum kafir Quraisy membuat rencana jahat. Mereka ingin membunuh Nabi.
Pada malam hari, para pemuda Quraisy telah mengepung rumah Nabi. Pada saat itulah Nabi meminta Ali bin Abi Thalib memakai jubahnya. Ali diminta berbaring di tempat tidur Nabi untuk mengelabui para pemuda Quraisy.
Para pemuda yang sudah disiapkan Quraisy kemudian mengintip ke kamar Nabi. Mereka melihat ada sosok yang sedang berbaring dan mengira itu adalah Nabi Muhammad, padahal yang berbaring itu adalah Ali bin Abi Thalib.
Jelang larut malam, Rasulullah keluar rumah menuju kediaman Abu Bakar Ashshiddiq. Nabi kemudian berangkat ke Gua Tsur.
Para pemuda Quraisy yang mengepung rumah Nabi masuk ke dalam rumah. Namun mereka alangkah terkejut, ternyata Nabi sudah tidak ada. Sosok yang terbaring di tempat tidur itu ternyata Ali bin Abi Talib.
Keajaiban Gua Tsur
Sementara, Nabi terus berjalan. Untuk mengelabui kaum Quraisy yang telah menutup semua jalur ke Madinah, Nabi menempuh jalan yang tak biasa digunakan penduduk.
Tibalah Nabi di Gua Tsur. Nabi bersama Abu Bakar tinggal di sana selama kurang lebih tiga hari.
Gua Tsur sungguh sempit. Jarang disinggahi manusia. Sementara, kaum Quraisy mondar-mandir ke segala penjuru mencari Nabi dan Abu Bakar.
Kelompok Quraisy sebenarnya sudah tiba di Gua Tsur. Pimpinan mereka bahkan hendak masuk ke gua yang dijadikan tempat persembunyian Nabi dan Abu Bakar itu. Namun tak jadi.
Mereka melihat banyak sarang laba-laba di mulut gua. Selain itu, banyak pula burung liar di sana. Sehingga mereka mengira tak mungkin ada orang di dalam gua tersebut.
Nabi duduk di atas unta, yang dalam kitab tarikh disebut dengan nama “Al-Qushwa”. Selama tujuh hari tujuh malam mereka berjalan menuju Madinah, melewati gurun pasir yang gersang.
Pada tanggal 8 Rabiul Awwal, rombongan Nabi tiba di Quba. Mereka disambut dengan hangat oleh kaum muslimin di sana.
Setelah dari Quba, atau sekitar satu kilometer dari Quba, Nabi bersama umat Islam lainnya melaksanakan salat Jumat di tempat Bani Salim bin Auf. Untuk memperingati peristiwa itu, dibangunlah “Masjid Jumat” di lokasi ini.
Nabi melanjutkan perjalanan pada hari itu juga. Rombongan itu akhirnya tiba di Madinah pada hari Jumat, 12 Rabi’ul Awwal itu juga atau tahun 13 Kenabian. Sambutan penuh suka cita diiringi isak tangis penuh haru dan kerinduan menyeruak di Madinah.
Syair pun berkumandang:
Thola‘al badru ‘alayna
Min Tsaniyyatil Wada’
Wajabasy syukru ‘alayna
Ma da‘a lillahi da‘
Ayyuhal mab‘utsu fina
Ji’ta bil amril mutha’
Artinya:
Telah nampak bulan purnama
Dari Tsaniyyah Al-Wada’
Wajiblah kami bersyukur
Atas masih adanya penyeru kepada Allah
Wahai orang yang diutus kepada kami
Engkau membawa sesuatu yang patut kami taati
(Dari berbagai sumber)
